A . MOTIVASI
1. PENGERTIAN
MOTIVASI
Motivasi dapat diertikan sebagai faktor pendorong
yang berasal dalam diri manusia, yang akan mempengaruhi cara bertindak
seseorang. Dengan demikian, motivasi kerja akan berpengaruh terhadap
performansi pekerja.
Menurut Hilgard dan Atkinson, tidaklah mudah untuk
menjelaskan motifasi sebab :
1. Pernyataan
motif antar orang adalah tidak sama, budaya yang berbeda akan menghasilkan
ekspresi motif yang berbeda pula.
2. Motif
yang tidak sama dapat diwujudkan dalam berbagai prilaku yang tidak sama.
3. Motif
yang tidak sama dapat diekspresikan melalui prilaku yang sama.
4. Motif
dapat muncul dalam bentuk-bentuk prilaku yang sulit dijelaskan
5. Suatu
ekspresi prilaku dapat muncul sebagai perwujudan dari berbagai motif.
Berikut ini dikemukakan huraian mengenai motif yang
ada pada manusia sebagai factor pendorong dari prilaku manusia.
•
Motif Kekuasaan
Merupakan kebutuhan manusia untuk memanipulasi
manusia lain melalui keunggulan-keunggulan yang dimilikinya. Clelland
menyimpulkan bahwa motif kekuasaan dapat berfifat negatif atau positif. Motif
kekuasaan yang bersifat negatif berkaitan dengan kekuasaan seseorang. Sedangkan
motif kekuasaan yang bersifat positif berkaitan dengan kekuasaan social (power
yang dipergunakan untuk berpartisipasi dalam mencapai tujuan kelompok).
•
Motif Berprestasi
Merupakan keinginan atau kehendak untuk
menyelesaikan suatu tugas secara sempurna, atau sukses didalam situasi
persaingan (Chelland). Menurut dia, setiap orang mempunyai kadar n Ach (needs
for achievement) yang berlainan. Karakteristik seseorang yang mempunyai kadar n
Ach yang tinggi (high achiever) adalah :
1.
Risiko moderat (Moderate Risks) adalah memilih suatu resiko secara moderat
2.
Umpan balik segera (Immediate Feedback) adalah cenderung memilih tugas yang segera
dapat memberikan umpan balik mengenai kemajuan yang telah dicapai dalam
mewujudkan tujuan, cenderung memilih tugas-tugas yang mempunyai criteria
performansi yang spesifik.
3.
Kesempurnaan (accomplishment) adalah senang dalam pekerjaan yang dapat memberikan
kepuasaan pada dirinya.
4.
Pemilihan tugas adalah menyelesaikan pekerjaan yang telah di pilih secara
tuntas dengan usaha maiksimum sesuai dengan kemampuannya
•
Motif Untuk Bergabung
Menurut Schachter motif untuk bergabung dapat
diartikan sebagai kebutuhan untuk berada bersama orang lain. Kesimpulan ini
diperoleh oleh Schachter dari studinya yang mempelajari hubungan antara rasa
takut dengan kebutuhan berafiliansi.
•
Motif Keamanan (Security Motive)
Merupakan kebutuhan untuk melindungi diri dari hambatan
atau gangguan yang akan mengancam keberadaannya. Di dalam sebuah perusahaan
misalnya, salah satu cara untuk menjaga agar para karyawan merasa aman di hari
tuanya kelak, adalah dengan memberikan jaminan hari tua, pesangon, asuransi,
dan sebagainya.
•
Motif Status (Status Motive)
Merupakan
kebutuhan manusia untuk mencapai atau menduduki tingkatan tertentu di dalam
sebuah kelompok, organisasi atau masyarakat. Parsons, seorang ahli sosiologi
menyimpulkan adanya beberapa sumber status seseorang yaitu :
1. Keanggotaan di dalam sebuah keluarga.
Misalnya, seorang anggota keluarga yang memperoleh status yang tinggi oleh
karena keluarga tersebut mempunyai status yang tinggi di lingkungannya.
2. Kualitas perseorangan yang termasuk dalam
kualitas perseorangan antara lain karakteristik fisik, usia, jenis kelamin,
kepribadian.
3. Prestasi yang dicapai oleh seseorang dapat
mempengaruhi statusnya. Misalnya, pekerja yang berpendidikan, berpengalaman,
mempunyai gelar, dsb.
4.
Aspek materi dapat mempengaruhi status seseorang di dalam lingkungannya.
Misalnya, jumlah kekayaan yang dimiliki oleh seseorang.
5.
Kekuasaan dan kekuatan (Autoriry and Power). Dalam suatu organisasi, individu
yang memiliki kekuasaan atau kewenangan yang formal akan memperoleh status yang
lebih tinggi dibandingkan dengan individu-individu yang ada di bawahnya.
Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi)
seseorang yang dapat menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam
melaksanakan suatu kegiatan, baik yang bersumber dari dalam diri individu itu
sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar individu (motivasi ekstrinsik).
2.
TEORI
DRIVE-REINFORCEMENT
Teori ini didasarkan atas hubungan sebab dan akibat
dari perilaku dengan pemberian konpensasi. Misalnya promosi seorang karyawan
itu tergantung dari prestasi yang selalu dapat dipertahankan. Sifat
ketergantungan tersebut bertautan dengan hubungan antara perilaku dan kejadian
yang mengikuti perilaku tersebut. Teori pengukuhan ini terdiri dari dua jenis,
yaitu :
1.Pengukuhan
Positif (Positive Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuh positif diterapkan secara bersyarat.
2.Pengukuhan
Negatif (Negative Reinforcement), yaitu bertambahnya frekuensi perilaku,
terjadi jika pengukuhan negatif dihilangkan secara bersyarat.
Jadi prinsip pengukuhan selalu berhubungan dengan
bertambahnya frekuensi dan tanggapan, apabila diikuti oleh stimulus yang
bersyarat. Demikian juga prinsip hukuman (Punishment) selalu berhubungan dengan
berkurangnya frekuensi tanggapan, apabila tanggapan (response) itu diikuti oleh
rangsangan yang bersyarat. Contoh : pengukuhan yang relatif malar adalah
mendapatkan pujian setelah seseorang memproduksi tiap-tiap unit atau setiap
hari disambut dengan hangat oleh manajer.
Teori
Drive
Teori ”drive” bisa diuraikan sebagai teori-teori
dorongan tentang motivasi, perilaku didorong ke arah tujuan oleh
keadaan-keadaan yang mendorong dalam diri seseorang atau binatang. Contohnya.,
Freud ( 1940-1949 ) berdasarkan ide-idenya tentang kepribadian pada bawaan,
dalam kelahiran, dorongan seksual dan agresif, atau drive (teorinya akan
diterangkan secara lebih detail dalam bab kepribadian). Secara umum ,
teori-teori drive mengatakan hal-hal berikut : ketika suatu keadaan dorongan
internal muncul, individu di dorong untuk mengaturnya dalam perilaku yang akan
mengarah ke tujuan yang mengurangi intensitas keadaan yang mendorong. Pada
manusia dapat mencapai tujuan yang memadai yang mengurangi keadaan dorongan
apabila dapat menyenangkan dan memuaskan. Jadi motivasi dapat dikatakan terdiri
dari:
• Suatu keadaan yang mendorong
•
Perilaku yang mengarah ke tujuan yang diilhami oleh keadaan terdorong
• Pencapaian tujuan yang memadai
•
Pengurangan dan kepusaan subjektif dan kelegaan ke tingkat tujuan yang tercapai
Setelah keadaan itu, keadaan terdorong akan muncul
lagi untuk mendorong perilaku ke arah tujuan yang sesuai. Pengulangan kejadian
yang baru saja diuraikan seringkali disebut lingkaran korelasi.
Teori-teori
Drive berbeda dalam sumber dari keadaan terdorong yang memaksa manusia atau
binatang bertindak. Be berapa teori, termasuk teori Freud, dipahami oleh
keadaan terdorong sejak belum lahir, atau instingtif. Tentang perilaku
binatang, khususnya ahli ethologi telah mengusulkan suatu penjelasan suatu
mekanisme dorongan sejak kelahiran (tinbergen, lorenz, dan leyhausen dalam
morgan, dkk. 1986). Teori-teori drive yang lain telah mengembangkan peran
belajar dalamkeaslian keadaan terdorong. Contohnya, dorongan yang di pelajari
(learned drives), seperti mereka sebut, keaslian dalam latihan seseorang atau
binatang atau pengalaman masa lalu dan yang berbeda dari satu individu ke
individu yang lain. Karena penggunaan minuman keras sebelumnya, ketagihan
heroin, contohnya mengembangkan suatu dorongan untuk mendapatkan hal tersebut,
dan karena itu mendorong ke arah itu. Dan dalam realisasi motif sosial, orang
telah belajar dorongan untuk kekuasaan, agresi atau prestasi. Keadaan terdorong
yang dipelajari menjadi ciri abadi dari orag tertentu dan mendorong orang itu
ke arah tujuan yang memadai, orang lain mungkin belajar motif sosial yang lain
dan didorong ke arah tujuan yang berbeda.
Teori
Reinforcement
Teori ini mempunyai dua aturan pokok : aturan pokok
yang berhubungan dengan perolehan jawaban–jawaban yang benar dan aturan pokok
lain yang berhubungan dengan penghilangan jawaban-jawaban yang salah.
Pengukuran dapat terjadi positif (pemberian ganjaran untuk satu jawaban yang
didinginkan ) atau negatif ( menghilangkan satu rangsang aversif jika jawaban
yang didinginkan telah diberikan ), tetapi organisme harus membuat antara akasi
atau tindakannya dengan sebab akibat.
Siegel
dan Lane (1982), mengutip Jablonke dan De Vries tentang bagaimana manajemen
dapat meningkatakan motivasi tenaga kerja., yaitu dengan:
1.Menentukan apa jawaban yang diinginkan
2.Mengkomunikasikan
dengan jelas perilaku ini kepada tenaga kerja.
3.Mengkomunikasikan
dengan jelas ganjaran apa yang akan diterima. Tenaga kerja jika jawaban yang
benar terjadi
4.Memberikan
ganjaran hanya jika jika jawaban yang benar dilaksanakan.
5.Memberikan
ganjaran kepada jawaban yang diinginkan, yang terdekat dengan kejadiannya.
Contoh Implikasi Teori
Drive-Reinforcement : Biasanya di terapkan dalam kehidupan sehari-hari,
misalkan seorang kuli panggul di pasar tradisional, jika ia dapat mengangkut/mengirim
5 ton buah pada tiap 5 karung maka akan diberikan 2 kg buah segar oleh pemilik
toko buah tersebut,
Drive-Reinforcement
nya berbentuk reward berupa materi yang diberikan pemilik toko kepada
pekerjanya (kuli panggul)
3.
TEORI
HARAPAN
Teori pengharapan berargumen bahwa kekuatan dari
suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu bergantung pada
kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu
keluaran tertentu , dan pada daya tarik dari keluaran tersebut bagi individu
tersebut.
Dalam
istilah yang lebih praktis, teori pengharapan, mengatakan seseorang karyawan
dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia menyakini upaya
akan menghantar ke suatu penilaian kinerja yang baik (Victor Vroom dalam Robbin
2003:229)
Karena ego manusia yang selalu menginginkan hasil
yang baik baik saja, daya penggerak yang memotivasi semangat kerja seseorang
terkandung dari harapan yang akan diperolehnya pada masa depan (Hasibuan
2001:165).
Apabila
harapan dapat menjadi kenyataan, karyawan akan cenderung meningkatkan gairah
kerjanya. Sebaliknya jika harapan tidak tercapai, karyawan akan menjdadi malas.
Teori
ini dikemukakan oleh Victor Vroom yang mendasarkan teorinya pada tiga konsep
penting, yaitu :
1. harapan (expentancy)
2. nilai (Valence)
3. pertautan (Inatrumentality)
•
Harapan (expentancy) adalah suatu kesempatan yang diberikan terjadi karena
prilaku .Harapan merupakan propabilitas yang memiliki nilai berkisar nol yang
berati tidak ada kemungkinan hingga satu yang berarti kepastian
•
Nilai (Valence) adalah akibat dari prilaku tertentu mempunyai nilai atau
martabat tertentu (daya atau nilai motivasi) bagi setiap individu tertentu
•
Pertautan (Inatrumentality) adalah persepsi dari individu bahwa hasil tingkat pertama
akan dihubungkan dengn hasil tingkat ke dua.Vroom mengemukakan bahwa pertautan
dapat mempunyai nilai yang berkisar antara –1 yang menunjukan persepsi bahwa
tercapinya tingkat ke dua adalah pasti tanpa hasis tingkat pertama dan tidak
mungkin timbul dengan tercapainya hasil tingkat pertama dan positip satu +1
yang menunjukan bahwa hasil tingkat pertama perlu dan sudah cukup untuk
menimbulkan hasil tingkat ke dua.
Teori ini termasuk kedalam Teori – Teori Kesadaran.
Teori ini menunjukkan pendekatan kognitif terhadap motivasi kerja, yang
menekankan kepada kemampuan individu dalam pemrosesan informasi. Kekuatan
motivasi yang mendasarinya bukanlah sebuah kebutuhan. Pekerja diasumsikan
melakukan penilaian rasional terhadap situasi kerjanya dengan mengumpulkan
informasi untuk diolah, kemudian membuat keputusanyang optimal. Kebutuhan hanya
digunakan untuk membantu dalam memahami bagaimana pekerja membuat pilihan
berdasarkan pada keyakinan persepsi dan nilai – nilai mereka.. Salah satu teori
harapan yang terkait dengan kerja dikemukakan oleh George Poulus, Mathoney dan
Jones (1957) yang mengacu pada Path-Goal Theory. Mereka mengemukakan bahwa para
pekerja akan cenderung menjadi produktif apabila mereka memandang produktivitas
yang tinggi itu sebagai satu cara atau lebih pada tujuan pribadi.
Sebaliknya, kinerja yang rendah hanyalah satu jalan
menuju tujuan pribadi. Misalnya produktivitas yang tinggi akan lebihcepat atau
mudah untuk terpenuhinya tujuan pribadi daripada pekerja yang hasilnya terbatas
atau lebih rendah. Dengan menggunakan pendekatan”jalan ke arah tujuan
(path-goal)” ini, Vroom (1976) menyarankan suatu teori motivasi kerjayang
dikenal dengan singkatan VIE – Valensi/kemampuan (valence), sarana
(Instrumentality), dan harapan (Expectancy). Pada kesempatan ini yang dibahas
yaitu mengenai Teori Harapan (Expectancy Theory). Nadler & Lawler
menyatakan bahwa terlepas dari teori VIE sebagaimana yang diutarakan para ahli
lainnya, namun ternyata teori VIE menerima terlalu banyak dukungan empiis
karena nilainya yang positif bagi organisasi. Secar khusus, teori ini
memberikan beberapa implikasi yang jelas dan positif bagi manajer, dimana
manajer hendaknya memperhatikan petunjuk sebagai berikut:
Menentukan
mana penghargaan yang lebih penting para pegawai. Misalnya, kebanyakan manajer
seringkali memandang bahwa pemberian gaji dan tunjangan yang tinggi sangat
diinginkan pegawai, namun setelah dilakukan pnlitian dia terkejut karena
hasilnya justru menunjukkan bahwa hal tersebut tidak terbukti. Demikian perlu
dicatat bahwa keinginan para pegawai berbeda – beda,dan oleh karena itu mereka
tidak memberikan respon dengan cara yang sama terhadap sistem insentif
perusahaan.
Mendefinisikan
kinerja yang baik dengan menetapkan secara benar standar kuantitas dan kualitas
kerja yang terukur. Memastikan bahwa tujuan kinerja bersifat realistik, apabila
pegawai tidak mencapai tujuan kinerja yang diharapkan, maka motivasi untuk
bekerja pun menjadi rendah. Pegawai harus merasakan bahwa penghargaan yang
diterima terasa adil. Tetapi sistem motivasi yang berdasarkan pada equity
(keadilan) jangan dikacaukan dengan sistem yang berdasarkan equality
(kesamaan), dimana seluruh pegawai diberikan dengan penghargaan yang sama
dengan mengabaikan kualitas kerja dan hasil kerja masing – masing individu. Mengingat
ada beberapa organisasi yang memiliki aturan kerja yang kaku dan sistem
penghargaan yang mendorong para pekerja untuk mencapai hasil yang setinggi –
tingginya, maka para manajer hendaknya merancang sistem penghargaan yang lebih
fleksibel dan equitable.
Contoh Kasus PHK
Dari
sudut pandang Expectancy Theory, para pekerja tidak termotivasi untuk bekerja
keras karena tidak adanya hubungan antara prestasi kerja dengan penghasilan.
Persepsi mereka adalah bahwa kerja keras tidak akan memberikan mereka penghasilan
yang diharapkan. Malahan, dengan adanya PHK, mereka memiliki persepsi bahwa
walaupun telah bekerja keras, kadang-kadang mereka malah mendatangkan hasil
yang tidak diinginkan, misalnya PHK. Konsisten dengan teori ini, para pekerja
pun menunjukkan motivasi yang rendah dalam melakukan pekerjannya.
•
Rekomendasi: Kaitkan penghasilan dengan prestasi. Sesuai dengan Expectancy
Theory (Vroom, dalam Donovan, 2001), tiga hal akan direkomendasikan untuk
perusahaan dalam Contoh Kasus:
»
Tingkatkan Expectancy: Para pekerja perlu merasa bahwa mereka mampu mencapai
prestasi yang tinggi. Jika perlu, perusahaan perlu memberikan pelatihan untuk
memastikan bahwa para karyawan memang memiliki keahlian yang dituntut oleh
masing-masing pekerjaannya.
»
Tingkatkan Instrumentality: Ciptakan reward system yang terkait dengan
prestasi. Misalnya, selain gaji pokok, tim yang berhasil mencapai targetnya
secara konsisten akan mendapatkan bonus. Dengan cara ini, para karyawan
mengetahui bahwa prestasi yang lebih baik memang benar akan mendatangkan
penghasilan yang lebih baik pula.
»
Tingkatkan Valence: Karena masing-masing individu memiliki penilaian yang
berbeda, sangatlah sulit bagi perusahaan untuk merancang reward system yang
memiliki nilai tinggi bagi setiap individu karyawan. Salah satu cara mengatasi
hal ini adalah dengan memberikan poin bonus yang bisa ditukarkan dengan
berbagai jenis hal sesuai kebutuhan individu, misalnya poin bonus bisa
ditukarkan dengan hari cuti, uang, kupon makan, dsb. Konsekuensi dari program ini
adalah perusahaan harus menerapkan sistem pencatatan yang rapi untuk memastikan
bahwa masing-masing karyawan mendapatkan poin bonus secara adil.
4.
TEORI
TUJUAN
Teori tujuan mencoba menjelaskan hubungan-hubungan
antara niat atau intentions (tujuan-tujuan dengan prilaku), pendapat ini
digunakan oleh Locke. Teori ini memiliki aturan dasar, yaitu penetapan dari
tujuan-tujuan secara sadar. Menurut Locke, tujuan-tujuan yang cukup sulit,
khusus dan pernyataannya yan jelas dan dapat diterima oleh tenaga kerja, akan
menghsilkan unjuk kerja yang lebih tinggi daripada tujuan-tujuan tidak khusus,
dan yang mudah dicapai. Hasil penelitian Edwin Locke dan rekan-rekan (1968),
menunjukkan efek positif dari teori tujuan pada prilaku kerja.
Penetapan
tujuan memiliki empat macam mekanisme:
·
Tujuan adalah yang mengarahkan perhatian
·
Tujuan adalah yang mengatur upaya
·
Tujuan adalah meningkatkan persistensi
·
Tujuan adalah menunjang strategi untuk
dan rencana kegiatan
5.
TEORI
HIRARKI KEBUTUHAN MASLOW
Abraham
Maslow mengembangkan teori kepribadian yang telah mempengaruhi sejumlah bidang
yang berbeda, termasuk pendidikan. Ini pengaruh luas karena sebagian tingginya
tingkat kepraktisan’s teori Maslow. Teori ini akurat menggambarkan realitas
banyak dari pengalaman pribadi. Banyak orang menemukan bahwa mereka bisa
memahami apa kata Maslow. Mereka dapat mengenali beberapa fitur dari pengalaman
mereka atau perilaku yang benar dan dapat diidentifikasi tetapi mereka tidak
pernah dimasukkan ke dalam kata-kata.
Maslow
adalah seorang psikolog humanistik. Humanis tidak percaya bahwa manusia yang
mendorong dan ditarik oleh kekuatan mekanik, salah satu dari rangsangan dan
bala bantuan (behaviorisme) atau impuls naluriah sadar (psikoanalisis). Humanis
berfokus pada potensi. Mereka percaya bahwa manusia berusaha untuk tingkat atas
kemampuan. Manusia mencari batas-batas kreativitas, tertinggi mencapai
kesadaran dan kebijaksanaan. Ini telah diberi label “berfungsi penuh orang”,
“kepribadian sehat”, atau sebagai Maslow menyebut tingkat ini, “orang-aktualisasi
diri.”
Maslow
telah membuat teori hierarkhi kebutuhan. Semua kebutuhan dasar itu adalah
instinctoid, setara dengan naluri pada hewan. Manusia mulai dengan disposisi
yang sangat lemah yang kemudian kuno sepenuhnya sebagai orang tumbuh. Bila
lingkungan yang benar, orang akan tumbuh lurus dan indah, aktualisasi potensi
yang mereka telah mewarisi. Jika lingkungan tidak “benar” (dan kebanyakan tidak
ada) mereka tidak akan tumbuh tinggi dan lurus dan indah.
Maslow
telah membentuk sebuah hirarki dari lima tingkat kebutuhan dasar. Di luar
kebutuhan tersebut, kebutuhan tingkat yang lebih tinggi ada. Ini termasuk
kebutuhan untuk memahami, apresiasi estetik dan spiritual kebutuhan murni.
Dalam tingkat dari lima kebutuhan dasar, orang tidak merasa perlu kedua hingga
tuntutan pertama telah puas, maupun ketiga sampai kedua telah puas, dan
sebagainya. Kebutuhan dasar Maslow adalah sebagai berikut:
Teori
Kebutuhan Maslow
1. Kebutuhan Fisiologis
Ini
adalah kebutuhan biologis. Mereka terdiri dari kebutuhan oksigen, makanan, air,
dan suhu tubuh relatif konstan. Mereka adalah kebutuhan kuat karena jika
seseorang tidak diberi semua kebutuhan, fisiologis yang akan datang pertama
dalam pencarian seseorang untuk kepuasan.
2. Kebutuhan Keamanan
Ketika
semua kebutuhan fisiologis puas dan tidak mengendalikan pikiran lagi dan
perilaku, kebutuhan keamanan dapat menjadi aktif. Orang dewasa memiliki sedikit
kesadaran keamanan mereka kebutuhan kecuali pada saat darurat atau periode
disorganisasi dalam struktur sosial (seperti kerusuhan luas). Anak-anak sering
menampilkan tanda-tanda rasa tidak aman dan perlu aman.
3. Kebutuhan Cinta, sayang dan kepemilikan
Ketika
kebutuhan untuk keselamatan dan kesejahteraan fisiologis puas, kelas berikutnya
kebutuhan untuk cinta, sayang dan kepemilikan dapat muncul. Maslow menyatakan
bahwa orang mencari untuk mengatasi perasaan kesepian dan keterasingan. Ini
melibatkan kedua dan menerima cinta, kasih sayang dan memberikan rasa memiliki.
4. Kebutuhan Esteem
Ketika
tiga kelas pertama kebutuhan dipenuhi, kebutuhan untuk harga bisa menjadi
dominan. Ini melibatkan kebutuhan baik harga diri dan untuk seseorang mendapat
penghargaan dari orang lain. Manusia memiliki kebutuhan untuk tegas,
berdasarkan, tingkat tinggi stabil diri, dan rasa hormat dari orang lain.
Ketika kebutuhan ini terpenuhi, orang merasa percaya diri dan berharga sebagai
orang di dunia. Ketika kebutuhan frustrasi, orang merasa rendah, lemah, tak
berdaya dan tidak berharga.
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri
Ketika
semua kebutuhan di atas terpenuhi, maka dan hanya maka adalah kebutuhan untuk
aktualisasi diri diaktifkan. Maslow menggambarkan aktualisasi diri sebagai
orang perlu untuk menjadi dan melakukan apa yang orang itu “lahir untuk
dilakukan.” “Seorang musisi harus bermusik, seniman harus melukis, dan penyair
harus menulis.” Kebutuhan ini membuat diri mereka merasa dalam tanda-tanda
kegelisahan. Orang itu merasa di tepi, tegang, kurang sesuatu, singkatnya,
gelisah. Jika seseorang lapar, tidak aman, tidak dicintai atau diterima, atau
kurang harga diri, sangat mudah untuk mengetahui apa orang itu gelisah tentang.
Hal ini tidak selalu jelas apa yang seseorang ingin ketika ada kebutuhan untuk
aktualisasi diri.
6.
KEBUTUHAN
YANG RELEVAN DENGAN PERILAKU DALAM ORGANISASI
PERILAKU INDIVIDU DALAM ORGANISASI
Pada bagian ini manusia adalah salah satu dimensi
dalam organisasi yang amat penting, merupakan salah satu faktor dan pendukung
organisasi. Perilaku organisasi hakekatnya adalah hasil-hasil interaksi antara
individu-individu dengan organisasinya. Oleh karena itu untuk memahami perilaku
organisasi sebaiknya diketahui terlebih dahulu individu-individu sebagai
pendukung organisasi tersebut.
Individu
mempunyai karakteristik, diantaranya :
1. kemampuan,
2. kebutuhan,
3. kepercayaan pribadi,
4. pengalaman masa lalu
5. pengharapan.
akan dibawa olehnya manakala ia akan memasuki
sesuatu lingkungan baru, yakni organisasi atau lainnya. Organisasi yang juga
merupakan suatu lingkungan bagi individu mempunyai karakteristik pula.
Adapun
karakteristik yang dipunyai organisasi, diantaranya :
1. keteraturan yang diwujudkan dalam susunan
hairarki
2. tugas-tugas
3. wewenang
4. tanggung jawab
5. sistem penggajian (reward system)
6. sistem pengendalian (control system)
7. dan lain sebagainya.
Jika
karakteristik individu tersebut di atas berinteraksi dengan karakteristik
organisasi, maka akan terwujud perilaku individu dalam organisasi. Ungkapan
pengertian di atas dapat dirumuskan dengan formula sebagai berikut :
P
= F ( I, L )
Keterangan
:
P
= adalah Perilaku
F
= adalah Fungsi
I
= adalah Individu
L
= adalah Lingkungan
Ungkapan
tersebut di atas dibaca sebagai berikut : ”Perilaku adalah suatu fungsi dari
interaksi antara seseorang individu dengan lingkungannya”.
Memahami
sifat-sifat Manusia
Ilmu perilaku telah banyak mengembangkan cara-cara
untuk memahami sifat-sifat manusia. Salah satu cara untuk memahami sifat-sifat
manusia ialah dengan menganalisa kembali prinsip-prinsip dasar yang merupakan
salah satu bagian dari padanya. Prinsip-prinsip dasar tersebut,
diantaranya
:
1.
Manusia berbeda perilalakunya, karena
kemampuannya tidak sama.
2.
Manusia mempunyai kebutuhan yang
berbeda.
3.
Orang berfikir tentang masa depan, dan
membuat pilihan tentang bagaimana bertindak.
4.
Seseorang memahami lingkungannya dalam
hubungannya dengan pengalaman masa lalu dan kebutuhannya.
5.
Seseorang itu mempunyai reaksi-reaksi
senang dan tidak senang.
6.
Banyak faktor yang menentukan sikap dan
perilaku seseorang.
Pendekatan
untuk memahami Perilaku
1.
Pedekatan Kognitif (cognition)
Menekankan
pada peranan individu atau person dalam hubungan dengan ungkapan rumus : P = F
( I, L ), yaitu : Perilaku adalah suatu fungsi dari interaksi antara seseorang
individu dengan lingkungannya”.
Pendekatan ini adalah
mental internal, seperti berfikir dan menimbang. Penafsiran atau persepsi
individu tentang lingkungan dipertimbangkan lebih penting dari pada lingkungan
itu sendiri.
2.
Pendekatan Penguatan (reinforcement)
Menekankan
pada peranan lingkungan dalam perilaku manusia. Lingkungan dipandang sebagai
suatu sumber stimulus (rangsangan) yang dapat menghasilkan dan memperkuat
respon-respon perilaku.
3.
Pendekatan Psikoanalitis
Menekankan
peranan sistem personalitis di dalam menentukan sesuatu perilaku. Lingkungan
dipertimbangkan sepanjang hanya sebagai Ego (pengendali) yang berinteraksi
dengannya untuk memuaskan keinginan-keinginan Id (pengharapan/keinginan yang
memerlukan pemuasan secepatnya).
B. Job Enrichment
1. Job
enrichment
Job enrichment
dapat meningkatkan otonomi seseorang dalam mengatur pekerjaannya. Misalnya
seorang petugas di dalam melakukan pekerjaannya sebelum diatur oleh suatu
prosedur yang ketat, di mana dia tidak di berikan wewenang atau hak untuk
memilih metode yang dia anggap paling efektif, untuk memilih bahan-bahan yang
di butuhkan, atau untuk mengatur pekerjaannya. Perubahan ini akan memberikan
tantangan yang lebih besar bagi dia dan diharapkan dapat meningkatkan kepuasan
kerja dan produktifitasnya.
2. Langkah-Langkah
dalam Redesign Pekerjaan Untuk Job Enrichment
A.
Menggabungkan
beberapa pekerjaan menjadi satu.
·
Menjadi lebih
besar
·
Lebih bervariasi
·
Kecakapan lebih
luas
B.
Memberikan modul
kerja untuk setiap pekerja.
C.
Memberikan
kesempatan pada setiap pekerja untuk dapat bertanggung jawab.
·
Kesempatan
mengatur prosedur kerja sendiri
D.
Memberikan
kesempatan pekerja menghubungi kliennya sendiri secara langsung.
·
Orang – orang
yang berhubungan dengan pelaksanaan kerjanya.
E.
Menciptakan
sarana – sarana umpan balik.
·
Pekerja dapat
memonitor koreksi diri.
3. Pertimbangan-Pertimbangan
Dalam Job Enrichment
1)
Jika
pekerjaan terspesialisir dan sederhana dirancang kembali untuk memotivasi
secara intrinsik pada pekerja, maka kualitas pelaksanaan kerja pekerja akan
meningkat.
2)
Absensi
– absensi dan perpindahan kerja akan berkurang.
3)
Dimensi
inti yang berkaitan dengan motivasi intrinsik & lapangan kerja ( Hackman
dan Oldham ), yaitu:
·
Keragaman
ketrampilan (skill variety)
Banyaknya
ketrampilan yang diperlukan untuk melakukan pekerjaan. Makin banyak ragam
ketrampilan yang digunakan, makin kurang membosankan pekerjaan. Misalnya,
seorang salesman diminta untuk memikirkan dan menggunakan cara menjual yang
berbeda, display (etalase) yang berbeda, cara yang lebih baik untuk melakukan
pencatatan penjualan.
·
Jati
diri tugas (task identity)
Tingkat sejauh
mana penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dapat dilihat hasilnya dan dapat
dikenali sebagai hasil kinerja seseorang. Tugas yang dirasakan sebagai bagian
dari pekerjaan yang lebih besar dan yang dirasakan tidak merupakan satu kelengkapan
tersendiri menimbulkan rasa tidak puas. Misalnya, seorang salesman diminta
untuk membuat catatan tentang penjualan dan konsumen, kemudian mempunyai dan
mengatur display sendiri.
·
Tugas
yang penting (task significance)
Tingkat sejauh
mana pekerjaan mempunyai dampak yang berarti bagi kehidupan orang lain, baik
orang tersebut merupakan rekan sekerja dalam suatu perusahaan yang sama maupun
orang lain di lingkungan sekitar. Jika tugas dirasakan penting dan berarti oleh
tenaga kerja, maka ia cenderung mempunyai kepuasan kerja. Misalnya, sebuah
perusahaan alat-alat rumah tangga ingin mengeluarkan produk panci baru. Para
karyawan diberikan tugas untuk mencari kriteria seperti apa panci yang sangat
dibutuhkan oleh ibu-ibu masa kini. (tugas tersebut memberikan kepuasan
tersendiri bagi karyawan karena hasil kerjanya nanti secara langsung akan
memberi manfaat kepada pelanggan)
·
Otonomi
Tingkat
kebebasan pemegang kerja, yang mempunyai pengertian ketidaktergantungan dan
keleluasaan yang diperlukan untuk menjadwalkan pekerjaan dan memutuskan
prosedur apa yang akan digunakan untuk menyelesaikannya. Pekerjaan yang memberi
kebebasan, ketidaktergantungan dan peluang mengambil keputusan akan lebih cepat
menimbulkan kepuasan kerja. Misalnya, seorang manager mempercayai salah satu
karyawan untuk memperebutkan tender dari klien. Karyawan tersebut menggunakan
ide dan caranya sendiri untuk menarik perhatian klien . Karyawan diberi
kebebasan untuk mengatur sendiri waktu kerja dan waktu istirahat.
·
Umpan
balik (feed back)
Memberikan
informasi kepada para pekerja tentang hasil pekerjaan sehingga para pekerja
dapat segera memperbaiki kualitas dan kinerja pekerjaan. Misalnya, dalam
menjual produk salesman didorong untuk mencari sendiri informasi, baik dari
atasan maupun dari bagian‑bagian
lain, mengenai segala hal yang berkaitan dengan jabatannya serta meminta
pendapat konsumen tentang barang‑barang
yang dijual, pelayanan, dll.
Jadi kondisi
psikologis kritis karyawan yang muncul karena adanya dimensi utama dalam tugas
akan mempengaruhi hasil kerja karyawan yang telah termotivasi secara internal.
Berhasil atau tidaknya hasil kerja dalam job enrichment tergantung oleh
kekuatan kayawan untuk berkembang dan berpikir positif.sumber :
Leavit, J. (1987). Psikologi Managemen, Alih Bahasa, Zarkasi, M. Jakarta : Penerbit Erlangga
Sunyoto
Munandar, Ashar.(2001).Psikologi Industri dan Organisasi.Jakarta: Universitas
Indonesia.
No comments:
Post a Comment